Senin, 07 Oktober 2013

Kabut Pelangi

"Ketika kamu menyukai sesuatu dengan sangat. Ketika itu pulalah kamu tidak bisa menjelaskan mengapa kamu menyukainya". -dea-

Pernah menyukai sesuatu dengan sangat? Aku pernah, dan masih.

Waktu itu aku tidak tahu kenapa aku bisa menyukainya, kenapa, dan mengapa harus menyukai itu? aku berkali-kali mondar-mandir dikamar bertanya kepada diriku sendiri, kenapa harus itu? dari sekian banyak hal di dunia yang bisa aku sukai, kenapa harus hal itu yang akhirnya aku pilih?
aku percaya setiap hal memiliki alasan. Aku peraya bahwa setiap alasan itu akan menggiringmu pada titik temu dengan pertanyaan "kenapa?". Awalnya.

Lalu aku sampai pada kesimpulan bahwa tidak selamanya sesuatu bisa dijelaskan dengan pertanyaan "kenapa?" ada hal yang tidak bisa dijelaskan akal, ada hal yang hanya bisa aku rasakan sendiri dari hatiku, ada hal yang ketika aku tanyai akalku dengan kata "kenapa?", dan seketika hatiku yang menjawab bahwa "bukan karena apa dan bagaimana ini semua bermula. Tapi lebih daripada pengertian bahwa aku cinta. titik."

Bukan pencarian tentang kenapa aku bisa menyukainya. Tapi lebih dari pada, bagaimana aku bisa memberi lewat mencintainya.

Cinta itu bukan hanya penggambaran untuk kasih sayang antara adam dan hawa. Cinta itu ketika aku rela, sesulit apapun, aku masih mengejarnya. Berusaha sedaya upaya untuk mewujudkannya, Berusaha meskipun dengan keterbatasanku, aku masih bisa melakukannya karena aku ingin, karena aku mencintai apa yang aku lakukan, ketika Tuhan mencintainya.

Sampai bertemu... cita-cita. Kamu tahu? kamu adalah refleksi dari segala cinta. Segala kerelaan dari aku, ibu, dan Tuhan.
Sampai bertemu.. ketika aku berhasil menggandeng tanganmu, aku akan bilang bahwa bukan hanya aku yang memberi cinta untukmu, tapi segala di lingkaranku juga mengucapkan selamat datang untukmu.

Tunggu aku... :)





Minggu, 06 Oktober 2013

Kembali



Dalam hidup, manusia selalu mengalami proses tentang bagaimana cara ia berpikir dan bertindak. Orang-orang menyebutnya dewasa. Tapi diantara mereka tidak ada yang bilang bahwa proses itu juga berarti membuat jembatan antara dua zona. Aku tidak bilang bahwa aku sudah dewasa, aku hanya bilang aku sedang dalam proses untuk sampai pada sebuah titik dimana aku akan menyimpulkannya dengan kata cukup. Tapi tidak ada parameternya untuk itu sehingga sampai detik ini aku tidak tahu kesimpulan untuk cukup yang sampai mana harus aku kumpulkan.

Ketika aku menyusuri dua zona, aku mengingat masa laluku. Bagaimana aku hidup dengan banyak orang yang menyayangiku tapi keberadaannya tidak pernah aku anggap sangat berpengaruh. Awalnya. 

Bisa dibilang aku dan adikku tidak begitu akrab. Umur kami yang hanya berpaut dua tahun membuat kami sering bertengkar untuk hal-hal sepele. Aku yang dulu tidak mengamalkan ajaran nabi tentang bagian yang menyayangi yang muda. Aku tidak tahu apa itu sayang, tidak tahu apa itu kasih mengasihi, tidak tahu bahwa aku harus peduli. Sampai akhirnya aku harus berpetualang menyusuri jembatanku sendiri.

Aku baru sadar bahwa aku bukan kakak yang baik. Aku selalu mempermasalahkan hal sepele dan terkadang sok nge’boss’ ketika dihadapannya. Aku baru sadar bahwa tanpa adanya mereka, aku tidak tahu apa itu keluarga. Keluarga bukan hanya ada mama, ayah juga aku. Dulu aku tidak peduli dengan mereka. Aku tidak peduli mereka kesulitan apa, apa yang mereka butuhkan, bagaimana aku bisa membantunya, aku tidak peduli. Aku hanya peduli dengan diriku sendiri. Bagaimana mama harus hanya menyayangiku dan ayah harus hanya mememenuhi kebutuhanku, serta banyak keegoisan lain dari aku di masa itu.

Kini setelah aku sadar bahwa aku bukan kakak yang baik, aku bahkan sudah tidak berada di dekat mereka setiap waktu, membantu mereka, mengawasi mereka dari jarak dekat. Aku bahkan sudah tak mampu lagi untuk sekedar bertengkar.

Ketika aku rehat di zona nyamanku, aku sering menitikan air mata, bahwa ternyata mereka butuh aku. Aku yang sebagai kakak bukan sebagai ‘boss’ yang bisa menyuruhnya banyak hal. Bukan seorang yang egois bahwa hak yang lebih banyak harus ada pada aku.

Ketika aku sadar bahwa aku sudah berjalan terlalu jauh, aku ingin kembali, memulai lagi dari awal bagaimana seharusnya peran aku sebenarnya. Memulai kembali seperti ketika aku berumur dua tahun dan sahabat pertamaku hanya kamu. Memulai kembali dari awal bahwa seharusnya kita bergandengan, bukan berjalan sendiri-sendiri. Memulai kembali bahwa seharusnya aku bisa menjadi sahabat yang baik sejak awal, memulai kembali bahwa aku bisa menjadi kakak yang lebih baik untukmu.

Dan ketika aku sadar aku ingin kembali, aku harus pergi dari zona nyamanku. Memulai petualangan baru dan kita semakin jauh. Pandanganku semakin kabur. Dengan samar aku lihat kamu sudah mulai membentuk jembatanmu sendiri. Berjalan sendiri-sendiri padahal kita pernah dinaungi dinding Rahim yang sama.

Aku hanya ingin bilang maaf untuk aku di masa lalu, tentang ke egoisan dan sikap tidak peduliku. Aku hanya ingin bilang bahwa dari semua manusia yang aku tandai sebagai daftar sahabat, kamulah yang menjadi sahabat pertamaku, kamulah yang sebenarnya yang selalu ada jauh sebelum daftar sahabatku yang lain, kamulah yang sebenarnya adalah refleksi diriku, dan kamulah sebenarnya orang pertama yang ingin aku beritahu tentang pacar pertamaku, apa yang aku ingin, dan apa yang harus aku lakukan. 

Bisa kita mulai dari awal? Aku hanya ingin bilang bahwa sejauh apapun aku, tanganku masih merentangkan jemarinya untukmu.
Aku disini.. selalu disini. Ketika aku menempati dinding Rahim bunda, aku sudah membisikkan padanya bahwa aku akan menjagamu kelak dan ia tidak usah khawatir. 
Aku berjanji.

Kamis, 26 September 2013

tik tok tik tok tik tok tik tok... detik jam

Semakin beranjak dewasa, gue semakin ngerti kalau manajemen waktu itu penting banget. Gimana gue ngatur jadwal gue, dan apa yang harus jadi prioritas gue dalam mengerjakan tanggung jawab. Tapi sampai detik ini gue sama sekali belum paham gimana caranya ngatur waktu supaya apa yang gue lakukan seharian itu efektif dan efisien. gue udah coba bikin jadwal di buku kecil, atau sengaja bikin papan jadwal yang gue tempel di dinding kamar. Tapi tetep aja gue keteteran. Tugas-tugas gue kerjain mepet deadline terus. Padahal perasaan gue, gue udah tiap hari pulang malam ngerjain tugas di perpus tapi tetep aja gue dikejar-kejar deadline ngerjainnya.

sebenernya salah gue dimana sih?

Gue tuh capek, tapi apa yang gue kerjain hasilnya mentah semua. Gak ada yang beres.

sebenernya harus kayak gimana supaya semuanya beres dan selesai dengan tepat waktu dan sempurna?

sebenernya manajemen waktu yang baik itu kayak gimana??????

Minggu, 22 September 2013

maaf.. dan..terimakasih

Aku hanya rindu mama dan papa. Disetiap pagi, ketika aku membuka mata. Aku berharap aku terbangun dan melihat senyum mereka. Membuatkanku sarapan dan menanyakan apa yang akan aku lakukan hari ini?

Aku hanya rindu mama dan papa. Disetiap malam ketika hendak tidur. Aku berharap mama mengetuk kamarku dan bertanya apa aku sudah sholat? Atau papa yang bertanya apakah aku sudah menyemprot kamarku dengan pembasmi anti nyamuk?

Aku hanya rindu mama dan papa. Disetiap hari, ketika aku bangun aku berharap mereka ada disini, tersenyum padaku, membantuku.

Tapi aku sadar bahwa aku dan mereka memiliki jalan hidup yang berbeda. Mereka memiliki hidup mereka sendiri, dan aku pun sama. Aku tidak bisa bergantung pada mereka selamanya.

Tapi aku rindu mereka. Ketika aku sendirian, rindu itu semakin menyeruak ke permukaan dan aku tidak bisa meredamnya selain dengan tangis.

Lalu aku menangis lagi hari ini. Untuk kesekian kalinya aku menangis. Aku baru sadar bahwa rindu yang sangat bisa sesesak ini. Aku baru sadar bahwa tuhan menciptakan air mata bukan untuk sia-sia. Walaupun tidak bisa membuat rinduku menghilang, setidaknya aku merasa lebih baik.


Tapi aku masih tetap merindukan mereka. Aku masih ingin bilang maaf dan terimakasih… untuk segalanya. Untuk yang sudah dan yang belum aku lakukan. Untuk ada dan ketidakberadaan aku disetiap waktu. Untuk masa lalu dan masa yang akan datang. Untuk segalanya.. 

Minggu, 15 September 2013

Catatan Gak Penting.

Bicara soal peningkatan semester, bicara pula soal tugas yang setingkat dua tingkat lebih tinggi dari semester kemarin. Jadwal yang padat menggila karena gue ngambil SKS penuh semester ini pun jadi penyebabnya. Solusinya, gue jadi anak perpus dadakan. Gak ada yang salah dengan jadi anak perpus, lo bisa nikmatin fasilitas wi fi yang kencengnya puool. ditambah suasananya yang cozy. So, gue menobatkan perpustakaan kampus gue sebagai tempat nongkrong paling ciamik.

Harapan gue sih, setelah ini IPK gue nambah karena gue berteman dengan buku-buku yang kekuningan yang tebelnya cocok buat ngelempar maling sampe pingsan. hehehe
anywaaayyy, tugas semester tiga itu lebih ciamik. ketika gue harus berurusan dengan deadline yang lebih singkat dari semester sebelumnya, analisis masalah yang lebih uhuy dari semester sebelumnya, daaaannn ruang kelas yang LEBIH JAUH dari sebelumnya :"). Gue menjelajahi seluruh fakultas di kampus gue. dari ruangan yang paling adem sampe paling panas. dari ruangan paling gede, sampe paling kecil. dari ruangan yang jalur aksesnya paling gersang, sampe mirip hutan. gueeeee... merasakannyah...
yaudahsssiiikk.. keliling kampus aja dulu, baru keliling dunia #sikap.

Sekarang pun perpus kampus udah kayak kosan kedua bagi gue. kosan pertama cuma buat tidur, selebihnya gue disini. kalo pun gak ada tugas, gue numpang wi fi an. Tapi itu hampir tidak mungkin! karena hari minggu pun gue masih berkutat dengan tugas! HAHAHAHAHA

Tapi gue sadarin banyak manfaatnya gue banyak tugas. Gue jadi lebih rajin baca buku. atau paling gak sekedar diskusi bareng temen buat mecahin suatu masalah, gue jadi lebih sering solat tahajud karena emang gue tidurnya sangat malem :"

Gue ngerasaaaa sibuk.

Tapi tweet dari kakak kelas gue yang bilang bahwa ketika kita merasa sibuk, coba pikirkan lagi apakah kesibukannya adalah murni karena memang kamu sibuk atau hanya sekedar melakukan hal yang tidak produktif, seperti twitteran misalnya. Daaan, gue merasa kesibukan gue di dominasi oleh hal-hal yang gak penting. gue merasa sibuk karena emang gue yang suka numpuk kerjaan, ngulur-ngulur bikin tugas, atau sibuk sama hal yang gak penting dan gak urgent. Padahal, waktu MPF dekan gue bilang kalo kita harus bekerja pada kuadran 2 yaitu penting dan tidak mendesak. gue harsu bikin progres sama catatan kegiatan gue biar hidup gue teratur.

Contohnya aja sekarang. Gue dengan semangat 45 dari kosan menuju perpus buat ngerjain tugas Ilmu Penyuluhan. Tapi, setelah ngerjain dua soal gue udah angkat bendera putih. man! soalnya mantep, analisis bacaannya parah. Otak gue harus bekerja sangat ekstra untuk ini. Gue yakin gue bisa. tapi otak gue yang susah fokus bikin kerjaan lelet banget...

yaudahlah yah.. gue mau ngerjain tugasnya lagi dumay. gue iseng melipir kesini buat tsurhat doang :" hehehehe happy sunday ya.


-dea yang lagi di perpus nahan laper-

Jumat, 30 Agustus 2013

RUMAH

..I remember.. the way you glance at me. Yes I remember…
Tara membeku di kursinya mendengar ponselnya berdering ditengah-tengah pelajaran. Kini, semua murid sedang berpaling kearahnya. Dengan gugup ia mengaduk-ngaduk isi tasnya yang kini sudah berantakan diatas meja sebagian. Tangannya kini sibuk memindahkan barang-barang lain dari dalam tasnya ke meja.
            “MISS TARA! Apa aku lupa memberitahumu bahwa peraturan sekolah ini melarang muridnya membawa handphone ke sekolah?! Apa di negaramu tidak ada peraturan seperti ini?!” suara lantang Mr. George membuat handphone yang berhasil Tara temukan tergelincir kebawah meja. Dengan sigap teman sebangku Tara mengambilnya dan segera mematikan handphonenya.
            “MISS TARA! Apakah sekolah ini sebagai lelucon bagimu? Aku tidak mengerti bagaimana orang-orang itu menyeleksi para mahasiswa yang mendapat kesempatan mendapat beasiswa untuk belajar kesini. Tapi di sekolah ini, siapapun kau, baru atau lama, kau harus mematuhi peraturan yang ada! Understand!”suara Mr.George seperti menggema di seluruh sudut kelas. Tara menahan nafas, dengan cepat ia menganggukkan kepalanya, terlalu cepat sampai kepalanya membentur meja. Kini, seluruh murid menertawakan dirinya. Air mata Tara menggenang di pelupuk matanya. Ia bahkan belum mengetahui peraturan apapun karena ini hari pertamanya.
*
            “MBAK ANA! Mbak tahu perbedaan waktu antara Amerika dan Indonesia? Kenapa mbak meneleponku pada jam segini? Bukankah di Indonesia sudah larut?”setengah berteriak Tara meluapkan amarahnya.
            “TARA! Apa tinggal di negeri orang sudah membuatmu menjadi kehilangan sopan santunmu kepada yang lebih tua!? Apa adat jawa mengajarimu untuk berteriak kepada orang yang lebih tua darimu!? Hah!” suara diseberang sana tidak kalah lantangnya. Air mata Tara menetes.
            “aku hanya ingin memberikan kesan baik di hari pertamaku masuk sekolah. apa mbak peduli? Mbak bahkan tidak tahu aku ditertawakan seluruh kelas karena perbuatan mbak pagi ini. Semua orang pasti akan menganggapku sebagai si bodoh dari Negeri antah berantah. Mereka bahkan tidak tahu Indonesia ada di belahan bumi bagian mana!”Tara menyeka air matanya.
            “HEI! Atara Naida! Apa ditertawakan murid seluruh kelas lebih kau pedulikan dari pada mengetahui ibumu baru saja divonis kanker payudara!!? Tidakkah kau mengetahui betapa paniknya aku?! Aku bahkan tidak dapat membedakan ini hari apa dan jam berapa. Apa kau peduli?!”Tubuh Tara membeku mendengar pernyataan mbak Ana.
Pikirannya kosong. Tara tidak tahu bagian mana yang sedang ia pikirkan. semua kejadian dengan perasaan yang sangat berbeda jauh membuat kepalanya seperti akan meledak. Tadi malam, ketika ia baru saja mendarat, menginjakkan kakinya pertama kali di Amerika, rasanya ia tidak bisa berhenti untuk tersenyum. Lalu kejadian memalukan tadi pagi, dan baru saja ia mendapat kabar bahwa ibunya divonis kanker payudara. Ia bahkan tidak tahu lagi perasaan seperti apa yang ia rasakan sekarang. Tara menatap layar handphonenya, foto ia, dan mama yang sedang tersenyum. Foto yang diambilnya saat lebaran tahun lalu di Yogyakarta.
            “are you oke? Wajahmu terlihat pucat sekali. Ini, minumlah. Teh hangat bisa membuat dirimu sedikit santai.” Seorang gadis berambut keriting menyentuh bahunya, gadis itu tersenyum sambil menyodorkan botol termos kecil. Tara mengambilnya dan membalas senyumnya canggung.
            “thank you, mmm..” Tara mencari tanda pengenal di baju gadis itu.
            “Grace, kau bisa memanggilku begitu. Aku juga murid dari pertukaran pelajar, sama sepertimu. Aku dari Korea. Nama Koreaku sangatlah sulit, jadi kau boleh memanggilku dengan Grace, itu nama asingku.” Gadis berambut keriting itu tersenyum, membuat kedua matanya yang sipit seperti tidak terlihat.
            “aku Tara, aku dari Indonesia. Apa kau sudah lama di sekolah ini?”
            “sekitar satu tahun yang lalu. Ah, apa ini hari pertamamu?” Gadis itu membelalakan matanya, seolah ingin menyamai mata bulat Tara yang besar. Tara mengangguk pelan, tadi malam ketika ia sampai di bandara, seseorang dari KBRI bilang bahwa hari ini adalah hari pertamanya masuk sekolah. Ia bahkan belum memindahkan barang-barangnya dari kedutaan.
            “kalau begitu, kau belum tahu dimana asramamu?” mata gadis itu melebar melihat Tara mengangguk lagi.
            “oh my god, Jadi kau adalah roomate-ku!”Gadis itu berteriak girang, rambut keritingnya bergoyang goyang mengikuti tubuhnya yang kini sedang berloncat-loncatan.
            “bagaimana kau tahu?”Tara memicingkan matanya curiga.
            “aku bertanya pada pengelola asrama, mengapa kamarku hanya ada aku, sementara yang lain memiliki roomate. Dia bilang bahwa roomateku akan datang sebentar lagi. Aku kira itu kau, karena hanya kamarku yang dihuni satu orang.”Gadis itu tiba-tiba bertepuk tangan.
            “ke-kenapa?”tiba-tiba Tara merasa gugup, apa gadis didepannya ini aneh?
            “ah tidak. Aku tidak suka tinggal sendirian, dan aku sangat takut dengan suasana gelap. Jadi, setahun terakhir aku tidur dengan lampu dan TV menyala sepanjang malam, aku bahkan harus membayar untuk asrama karena pemakaian listrikku yang sangat boros. Ah, tapi tidak apa-apa, sekarang kau adalah roomate-ku. Aku tidak akan boros lagi karena harus menyalakan TV sepanjang malam.”Grace tersenyum, mata sipitnya tenggelam membentuk garis lurus.
            “kau bilang, kau satu tahun diatasku? Apa aku harus menyebutmu dengan nama? Di negaraku, itu terdengar tidak sopan.” Tara memikirkan perkataan mbak Ana yang menyebutnya tidak sopan kepada yang lebih tua.
            “di negaraku pun begitu. Ah, kau bisa memanggilku oenni. Itu panggilan dinegaraku untuk kakak perempuan.”
            “mmm..baiklah oenni, sepertinya aku harus pergi. Aku ada kelas lima menit lagi.”Tara melirik jam tangannya untuk memastikan. Setelah melihat anggukan dari Grace, Tara langsung berlari menuju kelasnya.
*
Tara mengangkat kopernya sambil menaiki tangga. Tara memikirkan kejadian saat ia mengambil barang di KBRI. Tara memberanikan diri bertanya apakah ia bisa pulang dalam waktu dekat karena ibunya sedang sakit. Tara masih ingat apa yang orang KBRI itu bilang, orang KBRI itu mengatakannya dengan keras dan lantang seakan bergema di telinga Tara..
“Apa kamu berpikir bahwa jarak antara Amerika dan Indonesia hanya sekali naik bis?! Kamu baru saja datang dan tiba-tiba minta pulang?Jika kamu tidak serius dengan beasiswa ini, kamu bisa keluar. Masih banyak yang mengantre ingin mendapat beasiswa kesini!”
Tara menyeka air matanya, ia tahu ia tidak bisa melakukan apapun selain melanjutkan hidup disini. Tara berjalan mencari kamarnya, 390.. 390.. sambil berjalan, ia tidak sadar menggumamkan nomer kamarnya. Ah, ini dia. Tara membuka pintu, ia tidak perlu repot-repot membukanya dengan kunci karena Grace bilang ia akan di rumah. Saat Tara tiba, Grace sedang menonton TV.
            “oh, hai Tara? Lihatlah, aku menemukan jaringan TV Indonesia. Seseorang sedang melakukan hipnotis. Apa di negaramu hal tersebut sangat populer? Tidakkah itu mengerikan?” Grace mentap Tara, lalu matanya beralih ke televisi lagi.
            “ jika disini ada hal semacam itu, aku ingin melakukannya. Sepertinya kepalaku akan pecah.” Tara tersenyum canggung lalu berjalan menuju kamarnya. Grace hanya menatapnya dengan bingung.
            “apa aku salah bicara?” Grace menatap punggung Tara yang sudah menghilang.
*
            “apa mama.. baik-baik aja mbak?”
            “iya,  bude baik-baik aja, sudah siuman. Mmm, Tara, untuk yang tadi, aku minta maaf. Seharusnya aku tidak sekasar itu, aku benar-benar tidak tahu harus bagaimana saat mengetahui bude..”
            “aku yang harusnya minta maaf mbak, aku udah gak sopan. Harusnya aku berterima kasih karena mbak udah nolong mama.”Tara menyeka air matanya, mengetahui bahwa ibunya sudah lebih baik sedikit membuat hatinya tenang.
            “Tara, besok sudah masuk Ramadhan, apa kau baik-baik saja berpuasa disana? Aku dengar, Amerika sedang musim panas.”
            “mmm, insyaAllah baik-baik aja mbak, minta do’anya aja.” Tara tersenyum lalu menutup sambungan telepon. Ia berjalan ke meja makan untuk makan malam. ‘Besok adalah hari pertama bulan Ramadhan’ Tara menghela nafas panjang.
Tara kaget saat mencium bau opor ayam, dan saat berada di ruang makan ia kaget bahwa ia benar-benar melihat opor ayam di meja itu.
            “oenni…”Tara merasa bahwa sekarang, ia benar-benar merindukan Indonesia.
            “aku mencari resepnya di internet. Saat tahu bahwa roomateku adalah orang Indonesia, aku berusaha mencari masakan khas Indonesia. Aku menemukan bahwa besok, umat muslim Indonesia akan menjalani ibadah yang dinamakan puasa, aku tidak tahu apa kau menjalaninya atau tidak. Tapi, menurut internet  makanan khas di bulan tersebut adalah makanan ini.”Grace melepas celemek yang ia gunakan untuk memasak. “aku tidak tahu apakah rasanya sama atau tidak. Tapi, aku ingin kau merasa seperti di rumah.”Grace berjalan ke meja makan.
            “oenni..”Tara tidak dapat menahan air matanya “oenni..gomawo.”Tara tersenyum tulus.
            “omo.. kau bisa bahasa Korea?”Grace menatap Tara tidak percaya.
            “di negaraku, boyband dari Korea sangatlah terkenal. Aku mengetahuinya sedikit.”Tara tersenyum saat mengatakannya. Mengingat bahwa ia adalah fans berat Super Junior.
            “benarkah? Ah sudahlah, ayo kita makan.” Grace memberikan semangkuk opor ayam untuk Tara.  
Rasanya memang tidak sama, tapi ini cukup untuk mengobati rindunya. Tara tersenyum “oenni? Apakah kau bisa memasak rendang?” lalu keduanya tertawa bahagia. Kini mereka tahu, rumah bukan hanya sebuah bangunan di tanah air mereka masing-masing, tapi rumah juga adalah tempat orang-orang yang menyangimu dengan sangat, membuatmu selalu ingin kembali.

***

Rabu, 28 Agustus 2013

-Agar Kamu Baik-Baik Saja Disana-

Karena setiap orang akan dilupakan. tidak peduli bagaimana kamu, secinta apapun orang-orang disekelilingmu padamu, kelak mereka akan menata hidup dan berjalan kedepan setelah kamu pergi. Mereka masih hidup dan waktu masih berjalan. Mereka tidak bisa terus menangisi dan berhenti ketika kamu pergi.

Karena di setiap bulir air mata, ada doa yang memancar agar mereka akan baik-baik saja. Manusia memiliki kemampuan untuk beradaptasi. Cepat atau lambat, setelah kepergianmu, mereka akan beradaptasi dengan ketiadaanmu. Mereka akan mulai melakukan semua hal secara normal tanpa kamu, mereka akan tersenyum seperti sediakala seperti saat ada kamu. Semuanya akan berjalan normal dengan perlahan.

Karena disetiap tapak ada jejak. Yang terpenting setelah kamu pergi adalah, bagaimana sebuah jejak kaki bisa menghantarkan kamu sebagai memory yang tidak bisa dihapus filenya. Menjadikan kamu ‘ada’ untuk selamanya. Karena yang terpenting dari hidup adalah ketika kamu memberi, dan membiarkan jejak kaki mengukir menjadi setitik tinta di kertas kosong kenangan.

Karena hidup terus berlanjut. Tidak perduli kamu bagaimana, sedang apa, seperti apa. semua orang akan beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Segalanya akan kembali normal. Ada, atau ketidakberadaan dirimu setiap waktu disela senyum dan tangis mereka.

Kita tidak bisa menjanjikan raga ini akan tetap utuh. Keberadaannya hanya sebagai simbolik. Tapi yang terpenting dari semua ini adalah, bagaimana mereka mengingatmu. Segalanya akan kembali normal, bahkan ketika kamu pergi, secara perlahan. Yang terpenting adalah, bagaimana kamu menjadi bagian dari setiap doa disetiap sujud mereka, bagaimana kamu menjadi lebih dicintai karena ada atau tidak adanya kamu, air mata masih menjadi saksi atas segala harap yang terpilin ke langit untuk tuhan jadikan -agar kamu baik-baik saja disana- sebagai takdir.


Karena setiap doa adalah harapan, dan setinggi-tingginya cinta adalah ketika kamu mendoakan orang yang kamu cintai, agar tuhan memeluknya dengan kasih, percaya bahwa kamu baik-baik saja disana. Seperti air mata ibu yang menjadi saksi, bahwa sejauh apapun kamu pergi, disetiap bulirnya ada -agar kamu baik-baik saja disana- disetiap sujudnya, tanpa jeda.

Senin, 07 Oktober 2013

Kabut Pelangi

Diposting oleh dea di 04.03 0 komentar
"Ketika kamu menyukai sesuatu dengan sangat. Ketika itu pulalah kamu tidak bisa menjelaskan mengapa kamu menyukainya". -dea-

Pernah menyukai sesuatu dengan sangat? Aku pernah, dan masih.

Waktu itu aku tidak tahu kenapa aku bisa menyukainya, kenapa, dan mengapa harus menyukai itu? aku berkali-kali mondar-mandir dikamar bertanya kepada diriku sendiri, kenapa harus itu? dari sekian banyak hal di dunia yang bisa aku sukai, kenapa harus hal itu yang akhirnya aku pilih?
aku percaya setiap hal memiliki alasan. Aku peraya bahwa setiap alasan itu akan menggiringmu pada titik temu dengan pertanyaan "kenapa?". Awalnya.

Lalu aku sampai pada kesimpulan bahwa tidak selamanya sesuatu bisa dijelaskan dengan pertanyaan "kenapa?" ada hal yang tidak bisa dijelaskan akal, ada hal yang hanya bisa aku rasakan sendiri dari hatiku, ada hal yang ketika aku tanyai akalku dengan kata "kenapa?", dan seketika hatiku yang menjawab bahwa "bukan karena apa dan bagaimana ini semua bermula. Tapi lebih daripada pengertian bahwa aku cinta. titik."

Bukan pencarian tentang kenapa aku bisa menyukainya. Tapi lebih dari pada, bagaimana aku bisa memberi lewat mencintainya.

Cinta itu bukan hanya penggambaran untuk kasih sayang antara adam dan hawa. Cinta itu ketika aku rela, sesulit apapun, aku masih mengejarnya. Berusaha sedaya upaya untuk mewujudkannya, Berusaha meskipun dengan keterbatasanku, aku masih bisa melakukannya karena aku ingin, karena aku mencintai apa yang aku lakukan, ketika Tuhan mencintainya.

Sampai bertemu... cita-cita. Kamu tahu? kamu adalah refleksi dari segala cinta. Segala kerelaan dari aku, ibu, dan Tuhan.
Sampai bertemu.. ketika aku berhasil menggandeng tanganmu, aku akan bilang bahwa bukan hanya aku yang memberi cinta untukmu, tapi segala di lingkaranku juga mengucapkan selamat datang untukmu.

Tunggu aku... :)





Minggu, 06 Oktober 2013

Kembali

Diposting oleh dea di 05.19 0 komentar


Dalam hidup, manusia selalu mengalami proses tentang bagaimana cara ia berpikir dan bertindak. Orang-orang menyebutnya dewasa. Tapi diantara mereka tidak ada yang bilang bahwa proses itu juga berarti membuat jembatan antara dua zona. Aku tidak bilang bahwa aku sudah dewasa, aku hanya bilang aku sedang dalam proses untuk sampai pada sebuah titik dimana aku akan menyimpulkannya dengan kata cukup. Tapi tidak ada parameternya untuk itu sehingga sampai detik ini aku tidak tahu kesimpulan untuk cukup yang sampai mana harus aku kumpulkan.

Ketika aku menyusuri dua zona, aku mengingat masa laluku. Bagaimana aku hidup dengan banyak orang yang menyayangiku tapi keberadaannya tidak pernah aku anggap sangat berpengaruh. Awalnya. 

Bisa dibilang aku dan adikku tidak begitu akrab. Umur kami yang hanya berpaut dua tahun membuat kami sering bertengkar untuk hal-hal sepele. Aku yang dulu tidak mengamalkan ajaran nabi tentang bagian yang menyayangi yang muda. Aku tidak tahu apa itu sayang, tidak tahu apa itu kasih mengasihi, tidak tahu bahwa aku harus peduli. Sampai akhirnya aku harus berpetualang menyusuri jembatanku sendiri.

Aku baru sadar bahwa aku bukan kakak yang baik. Aku selalu mempermasalahkan hal sepele dan terkadang sok nge’boss’ ketika dihadapannya. Aku baru sadar bahwa tanpa adanya mereka, aku tidak tahu apa itu keluarga. Keluarga bukan hanya ada mama, ayah juga aku. Dulu aku tidak peduli dengan mereka. Aku tidak peduli mereka kesulitan apa, apa yang mereka butuhkan, bagaimana aku bisa membantunya, aku tidak peduli. Aku hanya peduli dengan diriku sendiri. Bagaimana mama harus hanya menyayangiku dan ayah harus hanya mememenuhi kebutuhanku, serta banyak keegoisan lain dari aku di masa itu.

Kini setelah aku sadar bahwa aku bukan kakak yang baik, aku bahkan sudah tidak berada di dekat mereka setiap waktu, membantu mereka, mengawasi mereka dari jarak dekat. Aku bahkan sudah tak mampu lagi untuk sekedar bertengkar.

Ketika aku rehat di zona nyamanku, aku sering menitikan air mata, bahwa ternyata mereka butuh aku. Aku yang sebagai kakak bukan sebagai ‘boss’ yang bisa menyuruhnya banyak hal. Bukan seorang yang egois bahwa hak yang lebih banyak harus ada pada aku.

Ketika aku sadar bahwa aku sudah berjalan terlalu jauh, aku ingin kembali, memulai lagi dari awal bagaimana seharusnya peran aku sebenarnya. Memulai kembali seperti ketika aku berumur dua tahun dan sahabat pertamaku hanya kamu. Memulai kembali dari awal bahwa seharusnya kita bergandengan, bukan berjalan sendiri-sendiri. Memulai kembali bahwa seharusnya aku bisa menjadi sahabat yang baik sejak awal, memulai kembali bahwa aku bisa menjadi kakak yang lebih baik untukmu.

Dan ketika aku sadar aku ingin kembali, aku harus pergi dari zona nyamanku. Memulai petualangan baru dan kita semakin jauh. Pandanganku semakin kabur. Dengan samar aku lihat kamu sudah mulai membentuk jembatanmu sendiri. Berjalan sendiri-sendiri padahal kita pernah dinaungi dinding Rahim yang sama.

Aku hanya ingin bilang maaf untuk aku di masa lalu, tentang ke egoisan dan sikap tidak peduliku. Aku hanya ingin bilang bahwa dari semua manusia yang aku tandai sebagai daftar sahabat, kamulah yang menjadi sahabat pertamaku, kamulah yang sebenarnya yang selalu ada jauh sebelum daftar sahabatku yang lain, kamulah yang sebenarnya adalah refleksi diriku, dan kamulah sebenarnya orang pertama yang ingin aku beritahu tentang pacar pertamaku, apa yang aku ingin, dan apa yang harus aku lakukan. 

Bisa kita mulai dari awal? Aku hanya ingin bilang bahwa sejauh apapun aku, tanganku masih merentangkan jemarinya untukmu.
Aku disini.. selalu disini. Ketika aku menempati dinding Rahim bunda, aku sudah membisikkan padanya bahwa aku akan menjagamu kelak dan ia tidak usah khawatir. 
Aku berjanji.

Kamis, 26 September 2013

tik tok tik tok tik tok tik tok... detik jam

Diposting oleh dea di 02.53 0 komentar
Semakin beranjak dewasa, gue semakin ngerti kalau manajemen waktu itu penting banget. Gimana gue ngatur jadwal gue, dan apa yang harus jadi prioritas gue dalam mengerjakan tanggung jawab. Tapi sampai detik ini gue sama sekali belum paham gimana caranya ngatur waktu supaya apa yang gue lakukan seharian itu efektif dan efisien. gue udah coba bikin jadwal di buku kecil, atau sengaja bikin papan jadwal yang gue tempel di dinding kamar. Tapi tetep aja gue keteteran. Tugas-tugas gue kerjain mepet deadline terus. Padahal perasaan gue, gue udah tiap hari pulang malam ngerjain tugas di perpus tapi tetep aja gue dikejar-kejar deadline ngerjainnya.

sebenernya salah gue dimana sih?

Gue tuh capek, tapi apa yang gue kerjain hasilnya mentah semua. Gak ada yang beres.

sebenernya harus kayak gimana supaya semuanya beres dan selesai dengan tepat waktu dan sempurna?

sebenernya manajemen waktu yang baik itu kayak gimana??????

Minggu, 22 September 2013

maaf.. dan..terimakasih

Diposting oleh dea di 04.08 0 komentar
Aku hanya rindu mama dan papa. Disetiap pagi, ketika aku membuka mata. Aku berharap aku terbangun dan melihat senyum mereka. Membuatkanku sarapan dan menanyakan apa yang akan aku lakukan hari ini?

Aku hanya rindu mama dan papa. Disetiap malam ketika hendak tidur. Aku berharap mama mengetuk kamarku dan bertanya apa aku sudah sholat? Atau papa yang bertanya apakah aku sudah menyemprot kamarku dengan pembasmi anti nyamuk?

Aku hanya rindu mama dan papa. Disetiap hari, ketika aku bangun aku berharap mereka ada disini, tersenyum padaku, membantuku.

Tapi aku sadar bahwa aku dan mereka memiliki jalan hidup yang berbeda. Mereka memiliki hidup mereka sendiri, dan aku pun sama. Aku tidak bisa bergantung pada mereka selamanya.

Tapi aku rindu mereka. Ketika aku sendirian, rindu itu semakin menyeruak ke permukaan dan aku tidak bisa meredamnya selain dengan tangis.

Lalu aku menangis lagi hari ini. Untuk kesekian kalinya aku menangis. Aku baru sadar bahwa rindu yang sangat bisa sesesak ini. Aku baru sadar bahwa tuhan menciptakan air mata bukan untuk sia-sia. Walaupun tidak bisa membuat rinduku menghilang, setidaknya aku merasa lebih baik.


Tapi aku masih tetap merindukan mereka. Aku masih ingin bilang maaf dan terimakasih… untuk segalanya. Untuk yang sudah dan yang belum aku lakukan. Untuk ada dan ketidakberadaan aku disetiap waktu. Untuk masa lalu dan masa yang akan datang. Untuk segalanya.. 

Minggu, 15 September 2013

Catatan Gak Penting.

Diposting oleh dea di 01.18 0 komentar
Bicara soal peningkatan semester, bicara pula soal tugas yang setingkat dua tingkat lebih tinggi dari semester kemarin. Jadwal yang padat menggila karena gue ngambil SKS penuh semester ini pun jadi penyebabnya. Solusinya, gue jadi anak perpus dadakan. Gak ada yang salah dengan jadi anak perpus, lo bisa nikmatin fasilitas wi fi yang kencengnya puool. ditambah suasananya yang cozy. So, gue menobatkan perpustakaan kampus gue sebagai tempat nongkrong paling ciamik.

Harapan gue sih, setelah ini IPK gue nambah karena gue berteman dengan buku-buku yang kekuningan yang tebelnya cocok buat ngelempar maling sampe pingsan. hehehe
anywaaayyy, tugas semester tiga itu lebih ciamik. ketika gue harus berurusan dengan deadline yang lebih singkat dari semester sebelumnya, analisis masalah yang lebih uhuy dari semester sebelumnya, daaaannn ruang kelas yang LEBIH JAUH dari sebelumnya :"). Gue menjelajahi seluruh fakultas di kampus gue. dari ruangan yang paling adem sampe paling panas. dari ruangan paling gede, sampe paling kecil. dari ruangan yang jalur aksesnya paling gersang, sampe mirip hutan. gueeeee... merasakannyah...
yaudahsssiiikk.. keliling kampus aja dulu, baru keliling dunia #sikap.

Sekarang pun perpus kampus udah kayak kosan kedua bagi gue. kosan pertama cuma buat tidur, selebihnya gue disini. kalo pun gak ada tugas, gue numpang wi fi an. Tapi itu hampir tidak mungkin! karena hari minggu pun gue masih berkutat dengan tugas! HAHAHAHAHA

Tapi gue sadarin banyak manfaatnya gue banyak tugas. Gue jadi lebih rajin baca buku. atau paling gak sekedar diskusi bareng temen buat mecahin suatu masalah, gue jadi lebih sering solat tahajud karena emang gue tidurnya sangat malem :"

Gue ngerasaaaa sibuk.

Tapi tweet dari kakak kelas gue yang bilang bahwa ketika kita merasa sibuk, coba pikirkan lagi apakah kesibukannya adalah murni karena memang kamu sibuk atau hanya sekedar melakukan hal yang tidak produktif, seperti twitteran misalnya. Daaan, gue merasa kesibukan gue di dominasi oleh hal-hal yang gak penting. gue merasa sibuk karena emang gue yang suka numpuk kerjaan, ngulur-ngulur bikin tugas, atau sibuk sama hal yang gak penting dan gak urgent. Padahal, waktu MPF dekan gue bilang kalo kita harus bekerja pada kuadran 2 yaitu penting dan tidak mendesak. gue harsu bikin progres sama catatan kegiatan gue biar hidup gue teratur.

Contohnya aja sekarang. Gue dengan semangat 45 dari kosan menuju perpus buat ngerjain tugas Ilmu Penyuluhan. Tapi, setelah ngerjain dua soal gue udah angkat bendera putih. man! soalnya mantep, analisis bacaannya parah. Otak gue harus bekerja sangat ekstra untuk ini. Gue yakin gue bisa. tapi otak gue yang susah fokus bikin kerjaan lelet banget...

yaudahlah yah.. gue mau ngerjain tugasnya lagi dumay. gue iseng melipir kesini buat tsurhat doang :" hehehehe happy sunday ya.


-dea yang lagi di perpus nahan laper-

Jumat, 30 Agustus 2013

RUMAH

Diposting oleh dea di 07.30 0 komentar
..I remember.. the way you glance at me. Yes I remember…
Tara membeku di kursinya mendengar ponselnya berdering ditengah-tengah pelajaran. Kini, semua murid sedang berpaling kearahnya. Dengan gugup ia mengaduk-ngaduk isi tasnya yang kini sudah berantakan diatas meja sebagian. Tangannya kini sibuk memindahkan barang-barang lain dari dalam tasnya ke meja.
            “MISS TARA! Apa aku lupa memberitahumu bahwa peraturan sekolah ini melarang muridnya membawa handphone ke sekolah?! Apa di negaramu tidak ada peraturan seperti ini?!” suara lantang Mr. George membuat handphone yang berhasil Tara temukan tergelincir kebawah meja. Dengan sigap teman sebangku Tara mengambilnya dan segera mematikan handphonenya.
            “MISS TARA! Apakah sekolah ini sebagai lelucon bagimu? Aku tidak mengerti bagaimana orang-orang itu menyeleksi para mahasiswa yang mendapat kesempatan mendapat beasiswa untuk belajar kesini. Tapi di sekolah ini, siapapun kau, baru atau lama, kau harus mematuhi peraturan yang ada! Understand!”suara Mr.George seperti menggema di seluruh sudut kelas. Tara menahan nafas, dengan cepat ia menganggukkan kepalanya, terlalu cepat sampai kepalanya membentur meja. Kini, seluruh murid menertawakan dirinya. Air mata Tara menggenang di pelupuk matanya. Ia bahkan belum mengetahui peraturan apapun karena ini hari pertamanya.
*
            “MBAK ANA! Mbak tahu perbedaan waktu antara Amerika dan Indonesia? Kenapa mbak meneleponku pada jam segini? Bukankah di Indonesia sudah larut?”setengah berteriak Tara meluapkan amarahnya.
            “TARA! Apa tinggal di negeri orang sudah membuatmu menjadi kehilangan sopan santunmu kepada yang lebih tua!? Apa adat jawa mengajarimu untuk berteriak kepada orang yang lebih tua darimu!? Hah!” suara diseberang sana tidak kalah lantangnya. Air mata Tara menetes.
            “aku hanya ingin memberikan kesan baik di hari pertamaku masuk sekolah. apa mbak peduli? Mbak bahkan tidak tahu aku ditertawakan seluruh kelas karena perbuatan mbak pagi ini. Semua orang pasti akan menganggapku sebagai si bodoh dari Negeri antah berantah. Mereka bahkan tidak tahu Indonesia ada di belahan bumi bagian mana!”Tara menyeka air matanya.
            “HEI! Atara Naida! Apa ditertawakan murid seluruh kelas lebih kau pedulikan dari pada mengetahui ibumu baru saja divonis kanker payudara!!? Tidakkah kau mengetahui betapa paniknya aku?! Aku bahkan tidak dapat membedakan ini hari apa dan jam berapa. Apa kau peduli?!”Tubuh Tara membeku mendengar pernyataan mbak Ana.
Pikirannya kosong. Tara tidak tahu bagian mana yang sedang ia pikirkan. semua kejadian dengan perasaan yang sangat berbeda jauh membuat kepalanya seperti akan meledak. Tadi malam, ketika ia baru saja mendarat, menginjakkan kakinya pertama kali di Amerika, rasanya ia tidak bisa berhenti untuk tersenyum. Lalu kejadian memalukan tadi pagi, dan baru saja ia mendapat kabar bahwa ibunya divonis kanker payudara. Ia bahkan tidak tahu lagi perasaan seperti apa yang ia rasakan sekarang. Tara menatap layar handphonenya, foto ia, dan mama yang sedang tersenyum. Foto yang diambilnya saat lebaran tahun lalu di Yogyakarta.
            “are you oke? Wajahmu terlihat pucat sekali. Ini, minumlah. Teh hangat bisa membuat dirimu sedikit santai.” Seorang gadis berambut keriting menyentuh bahunya, gadis itu tersenyum sambil menyodorkan botol termos kecil. Tara mengambilnya dan membalas senyumnya canggung.
            “thank you, mmm..” Tara mencari tanda pengenal di baju gadis itu.
            “Grace, kau bisa memanggilku begitu. Aku juga murid dari pertukaran pelajar, sama sepertimu. Aku dari Korea. Nama Koreaku sangatlah sulit, jadi kau boleh memanggilku dengan Grace, itu nama asingku.” Gadis berambut keriting itu tersenyum, membuat kedua matanya yang sipit seperti tidak terlihat.
            “aku Tara, aku dari Indonesia. Apa kau sudah lama di sekolah ini?”
            “sekitar satu tahun yang lalu. Ah, apa ini hari pertamamu?” Gadis itu membelalakan matanya, seolah ingin menyamai mata bulat Tara yang besar. Tara mengangguk pelan, tadi malam ketika ia sampai di bandara, seseorang dari KBRI bilang bahwa hari ini adalah hari pertamanya masuk sekolah. Ia bahkan belum memindahkan barang-barangnya dari kedutaan.
            “kalau begitu, kau belum tahu dimana asramamu?” mata gadis itu melebar melihat Tara mengangguk lagi.
            “oh my god, Jadi kau adalah roomate-ku!”Gadis itu berteriak girang, rambut keritingnya bergoyang goyang mengikuti tubuhnya yang kini sedang berloncat-loncatan.
            “bagaimana kau tahu?”Tara memicingkan matanya curiga.
            “aku bertanya pada pengelola asrama, mengapa kamarku hanya ada aku, sementara yang lain memiliki roomate. Dia bilang bahwa roomateku akan datang sebentar lagi. Aku kira itu kau, karena hanya kamarku yang dihuni satu orang.”Gadis itu tiba-tiba bertepuk tangan.
            “ke-kenapa?”tiba-tiba Tara merasa gugup, apa gadis didepannya ini aneh?
            “ah tidak. Aku tidak suka tinggal sendirian, dan aku sangat takut dengan suasana gelap. Jadi, setahun terakhir aku tidur dengan lampu dan TV menyala sepanjang malam, aku bahkan harus membayar untuk asrama karena pemakaian listrikku yang sangat boros. Ah, tapi tidak apa-apa, sekarang kau adalah roomate-ku. Aku tidak akan boros lagi karena harus menyalakan TV sepanjang malam.”Grace tersenyum, mata sipitnya tenggelam membentuk garis lurus.
            “kau bilang, kau satu tahun diatasku? Apa aku harus menyebutmu dengan nama? Di negaraku, itu terdengar tidak sopan.” Tara memikirkan perkataan mbak Ana yang menyebutnya tidak sopan kepada yang lebih tua.
            “di negaraku pun begitu. Ah, kau bisa memanggilku oenni. Itu panggilan dinegaraku untuk kakak perempuan.”
            “mmm..baiklah oenni, sepertinya aku harus pergi. Aku ada kelas lima menit lagi.”Tara melirik jam tangannya untuk memastikan. Setelah melihat anggukan dari Grace, Tara langsung berlari menuju kelasnya.
*
Tara mengangkat kopernya sambil menaiki tangga. Tara memikirkan kejadian saat ia mengambil barang di KBRI. Tara memberanikan diri bertanya apakah ia bisa pulang dalam waktu dekat karena ibunya sedang sakit. Tara masih ingat apa yang orang KBRI itu bilang, orang KBRI itu mengatakannya dengan keras dan lantang seakan bergema di telinga Tara..
“Apa kamu berpikir bahwa jarak antara Amerika dan Indonesia hanya sekali naik bis?! Kamu baru saja datang dan tiba-tiba minta pulang?Jika kamu tidak serius dengan beasiswa ini, kamu bisa keluar. Masih banyak yang mengantre ingin mendapat beasiswa kesini!”
Tara menyeka air matanya, ia tahu ia tidak bisa melakukan apapun selain melanjutkan hidup disini. Tara berjalan mencari kamarnya, 390.. 390.. sambil berjalan, ia tidak sadar menggumamkan nomer kamarnya. Ah, ini dia. Tara membuka pintu, ia tidak perlu repot-repot membukanya dengan kunci karena Grace bilang ia akan di rumah. Saat Tara tiba, Grace sedang menonton TV.
            “oh, hai Tara? Lihatlah, aku menemukan jaringan TV Indonesia. Seseorang sedang melakukan hipnotis. Apa di negaramu hal tersebut sangat populer? Tidakkah itu mengerikan?” Grace mentap Tara, lalu matanya beralih ke televisi lagi.
            “ jika disini ada hal semacam itu, aku ingin melakukannya. Sepertinya kepalaku akan pecah.” Tara tersenyum canggung lalu berjalan menuju kamarnya. Grace hanya menatapnya dengan bingung.
            “apa aku salah bicara?” Grace menatap punggung Tara yang sudah menghilang.
*
            “apa mama.. baik-baik aja mbak?”
            “iya,  bude baik-baik aja, sudah siuman. Mmm, Tara, untuk yang tadi, aku minta maaf. Seharusnya aku tidak sekasar itu, aku benar-benar tidak tahu harus bagaimana saat mengetahui bude..”
            “aku yang harusnya minta maaf mbak, aku udah gak sopan. Harusnya aku berterima kasih karena mbak udah nolong mama.”Tara menyeka air matanya, mengetahui bahwa ibunya sudah lebih baik sedikit membuat hatinya tenang.
            “Tara, besok sudah masuk Ramadhan, apa kau baik-baik saja berpuasa disana? Aku dengar, Amerika sedang musim panas.”
            “mmm, insyaAllah baik-baik aja mbak, minta do’anya aja.” Tara tersenyum lalu menutup sambungan telepon. Ia berjalan ke meja makan untuk makan malam. ‘Besok adalah hari pertama bulan Ramadhan’ Tara menghela nafas panjang.
Tara kaget saat mencium bau opor ayam, dan saat berada di ruang makan ia kaget bahwa ia benar-benar melihat opor ayam di meja itu.
            “oenni…”Tara merasa bahwa sekarang, ia benar-benar merindukan Indonesia.
            “aku mencari resepnya di internet. Saat tahu bahwa roomateku adalah orang Indonesia, aku berusaha mencari masakan khas Indonesia. Aku menemukan bahwa besok, umat muslim Indonesia akan menjalani ibadah yang dinamakan puasa, aku tidak tahu apa kau menjalaninya atau tidak. Tapi, menurut internet  makanan khas di bulan tersebut adalah makanan ini.”Grace melepas celemek yang ia gunakan untuk memasak. “aku tidak tahu apakah rasanya sama atau tidak. Tapi, aku ingin kau merasa seperti di rumah.”Grace berjalan ke meja makan.
            “oenni..”Tara tidak dapat menahan air matanya “oenni..gomawo.”Tara tersenyum tulus.
            “omo.. kau bisa bahasa Korea?”Grace menatap Tara tidak percaya.
            “di negaraku, boyband dari Korea sangatlah terkenal. Aku mengetahuinya sedikit.”Tara tersenyum saat mengatakannya. Mengingat bahwa ia adalah fans berat Super Junior.
            “benarkah? Ah sudahlah, ayo kita makan.” Grace memberikan semangkuk opor ayam untuk Tara.  
Rasanya memang tidak sama, tapi ini cukup untuk mengobati rindunya. Tara tersenyum “oenni? Apakah kau bisa memasak rendang?” lalu keduanya tertawa bahagia. Kini mereka tahu, rumah bukan hanya sebuah bangunan di tanah air mereka masing-masing, tapi rumah juga adalah tempat orang-orang yang menyangimu dengan sangat, membuatmu selalu ingin kembali.

***

Rabu, 28 Agustus 2013

-Agar Kamu Baik-Baik Saja Disana-

Diposting oleh dea di 10.36 0 komentar
Karena setiap orang akan dilupakan. tidak peduli bagaimana kamu, secinta apapun orang-orang disekelilingmu padamu, kelak mereka akan menata hidup dan berjalan kedepan setelah kamu pergi. Mereka masih hidup dan waktu masih berjalan. Mereka tidak bisa terus menangisi dan berhenti ketika kamu pergi.

Karena di setiap bulir air mata, ada doa yang memancar agar mereka akan baik-baik saja. Manusia memiliki kemampuan untuk beradaptasi. Cepat atau lambat, setelah kepergianmu, mereka akan beradaptasi dengan ketiadaanmu. Mereka akan mulai melakukan semua hal secara normal tanpa kamu, mereka akan tersenyum seperti sediakala seperti saat ada kamu. Semuanya akan berjalan normal dengan perlahan.

Karena disetiap tapak ada jejak. Yang terpenting setelah kamu pergi adalah, bagaimana sebuah jejak kaki bisa menghantarkan kamu sebagai memory yang tidak bisa dihapus filenya. Menjadikan kamu ‘ada’ untuk selamanya. Karena yang terpenting dari hidup adalah ketika kamu memberi, dan membiarkan jejak kaki mengukir menjadi setitik tinta di kertas kosong kenangan.

Karena hidup terus berlanjut. Tidak perduli kamu bagaimana, sedang apa, seperti apa. semua orang akan beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Segalanya akan kembali normal. Ada, atau ketidakberadaan dirimu setiap waktu disela senyum dan tangis mereka.

Kita tidak bisa menjanjikan raga ini akan tetap utuh. Keberadaannya hanya sebagai simbolik. Tapi yang terpenting dari semua ini adalah, bagaimana mereka mengingatmu. Segalanya akan kembali normal, bahkan ketika kamu pergi, secara perlahan. Yang terpenting adalah, bagaimana kamu menjadi bagian dari setiap doa disetiap sujud mereka, bagaimana kamu menjadi lebih dicintai karena ada atau tidak adanya kamu, air mata masih menjadi saksi atas segala harap yang terpilin ke langit untuk tuhan jadikan -agar kamu baik-baik saja disana- sebagai takdir.


Karena setiap doa adalah harapan, dan setinggi-tingginya cinta adalah ketika kamu mendoakan orang yang kamu cintai, agar tuhan memeluknya dengan kasih, percaya bahwa kamu baik-baik saja disana. Seperti air mata ibu yang menjadi saksi, bahwa sejauh apapun kamu pergi, disetiap bulirnya ada -agar kamu baik-baik saja disana- disetiap sujudnya, tanpa jeda.