Minggu, 06 Oktober 2013

Kembali



Dalam hidup, manusia selalu mengalami proses tentang bagaimana cara ia berpikir dan bertindak. Orang-orang menyebutnya dewasa. Tapi diantara mereka tidak ada yang bilang bahwa proses itu juga berarti membuat jembatan antara dua zona. Aku tidak bilang bahwa aku sudah dewasa, aku hanya bilang aku sedang dalam proses untuk sampai pada sebuah titik dimana aku akan menyimpulkannya dengan kata cukup. Tapi tidak ada parameternya untuk itu sehingga sampai detik ini aku tidak tahu kesimpulan untuk cukup yang sampai mana harus aku kumpulkan.

Ketika aku menyusuri dua zona, aku mengingat masa laluku. Bagaimana aku hidup dengan banyak orang yang menyayangiku tapi keberadaannya tidak pernah aku anggap sangat berpengaruh. Awalnya. 

Bisa dibilang aku dan adikku tidak begitu akrab. Umur kami yang hanya berpaut dua tahun membuat kami sering bertengkar untuk hal-hal sepele. Aku yang dulu tidak mengamalkan ajaran nabi tentang bagian yang menyayangi yang muda. Aku tidak tahu apa itu sayang, tidak tahu apa itu kasih mengasihi, tidak tahu bahwa aku harus peduli. Sampai akhirnya aku harus berpetualang menyusuri jembatanku sendiri.

Aku baru sadar bahwa aku bukan kakak yang baik. Aku selalu mempermasalahkan hal sepele dan terkadang sok nge’boss’ ketika dihadapannya. Aku baru sadar bahwa tanpa adanya mereka, aku tidak tahu apa itu keluarga. Keluarga bukan hanya ada mama, ayah juga aku. Dulu aku tidak peduli dengan mereka. Aku tidak peduli mereka kesulitan apa, apa yang mereka butuhkan, bagaimana aku bisa membantunya, aku tidak peduli. Aku hanya peduli dengan diriku sendiri. Bagaimana mama harus hanya menyayangiku dan ayah harus hanya mememenuhi kebutuhanku, serta banyak keegoisan lain dari aku di masa itu.

Kini setelah aku sadar bahwa aku bukan kakak yang baik, aku bahkan sudah tidak berada di dekat mereka setiap waktu, membantu mereka, mengawasi mereka dari jarak dekat. Aku bahkan sudah tak mampu lagi untuk sekedar bertengkar.

Ketika aku rehat di zona nyamanku, aku sering menitikan air mata, bahwa ternyata mereka butuh aku. Aku yang sebagai kakak bukan sebagai ‘boss’ yang bisa menyuruhnya banyak hal. Bukan seorang yang egois bahwa hak yang lebih banyak harus ada pada aku.

Ketika aku sadar bahwa aku sudah berjalan terlalu jauh, aku ingin kembali, memulai lagi dari awal bagaimana seharusnya peran aku sebenarnya. Memulai kembali seperti ketika aku berumur dua tahun dan sahabat pertamaku hanya kamu. Memulai kembali dari awal bahwa seharusnya kita bergandengan, bukan berjalan sendiri-sendiri. Memulai kembali bahwa seharusnya aku bisa menjadi sahabat yang baik sejak awal, memulai kembali bahwa aku bisa menjadi kakak yang lebih baik untukmu.

Dan ketika aku sadar aku ingin kembali, aku harus pergi dari zona nyamanku. Memulai petualangan baru dan kita semakin jauh. Pandanganku semakin kabur. Dengan samar aku lihat kamu sudah mulai membentuk jembatanmu sendiri. Berjalan sendiri-sendiri padahal kita pernah dinaungi dinding Rahim yang sama.

Aku hanya ingin bilang maaf untuk aku di masa lalu, tentang ke egoisan dan sikap tidak peduliku. Aku hanya ingin bilang bahwa dari semua manusia yang aku tandai sebagai daftar sahabat, kamulah yang menjadi sahabat pertamaku, kamulah yang sebenarnya yang selalu ada jauh sebelum daftar sahabatku yang lain, kamulah yang sebenarnya adalah refleksi diriku, dan kamulah sebenarnya orang pertama yang ingin aku beritahu tentang pacar pertamaku, apa yang aku ingin, dan apa yang harus aku lakukan. 

Bisa kita mulai dari awal? Aku hanya ingin bilang bahwa sejauh apapun aku, tanganku masih merentangkan jemarinya untukmu.
Aku disini.. selalu disini. Ketika aku menempati dinding Rahim bunda, aku sudah membisikkan padanya bahwa aku akan menjagamu kelak dan ia tidak usah khawatir. 
Aku berjanji.

0 komentar:

Posting Komentar

Minggu, 06 Oktober 2013

Kembali

Diposting oleh dea di 05.19


Dalam hidup, manusia selalu mengalami proses tentang bagaimana cara ia berpikir dan bertindak. Orang-orang menyebutnya dewasa. Tapi diantara mereka tidak ada yang bilang bahwa proses itu juga berarti membuat jembatan antara dua zona. Aku tidak bilang bahwa aku sudah dewasa, aku hanya bilang aku sedang dalam proses untuk sampai pada sebuah titik dimana aku akan menyimpulkannya dengan kata cukup. Tapi tidak ada parameternya untuk itu sehingga sampai detik ini aku tidak tahu kesimpulan untuk cukup yang sampai mana harus aku kumpulkan.

Ketika aku menyusuri dua zona, aku mengingat masa laluku. Bagaimana aku hidup dengan banyak orang yang menyayangiku tapi keberadaannya tidak pernah aku anggap sangat berpengaruh. Awalnya. 

Bisa dibilang aku dan adikku tidak begitu akrab. Umur kami yang hanya berpaut dua tahun membuat kami sering bertengkar untuk hal-hal sepele. Aku yang dulu tidak mengamalkan ajaran nabi tentang bagian yang menyayangi yang muda. Aku tidak tahu apa itu sayang, tidak tahu apa itu kasih mengasihi, tidak tahu bahwa aku harus peduli. Sampai akhirnya aku harus berpetualang menyusuri jembatanku sendiri.

Aku baru sadar bahwa aku bukan kakak yang baik. Aku selalu mempermasalahkan hal sepele dan terkadang sok nge’boss’ ketika dihadapannya. Aku baru sadar bahwa tanpa adanya mereka, aku tidak tahu apa itu keluarga. Keluarga bukan hanya ada mama, ayah juga aku. Dulu aku tidak peduli dengan mereka. Aku tidak peduli mereka kesulitan apa, apa yang mereka butuhkan, bagaimana aku bisa membantunya, aku tidak peduli. Aku hanya peduli dengan diriku sendiri. Bagaimana mama harus hanya menyayangiku dan ayah harus hanya mememenuhi kebutuhanku, serta banyak keegoisan lain dari aku di masa itu.

Kini setelah aku sadar bahwa aku bukan kakak yang baik, aku bahkan sudah tidak berada di dekat mereka setiap waktu, membantu mereka, mengawasi mereka dari jarak dekat. Aku bahkan sudah tak mampu lagi untuk sekedar bertengkar.

Ketika aku rehat di zona nyamanku, aku sering menitikan air mata, bahwa ternyata mereka butuh aku. Aku yang sebagai kakak bukan sebagai ‘boss’ yang bisa menyuruhnya banyak hal. Bukan seorang yang egois bahwa hak yang lebih banyak harus ada pada aku.

Ketika aku sadar bahwa aku sudah berjalan terlalu jauh, aku ingin kembali, memulai lagi dari awal bagaimana seharusnya peran aku sebenarnya. Memulai kembali seperti ketika aku berumur dua tahun dan sahabat pertamaku hanya kamu. Memulai kembali dari awal bahwa seharusnya kita bergandengan, bukan berjalan sendiri-sendiri. Memulai kembali bahwa seharusnya aku bisa menjadi sahabat yang baik sejak awal, memulai kembali bahwa aku bisa menjadi kakak yang lebih baik untukmu.

Dan ketika aku sadar aku ingin kembali, aku harus pergi dari zona nyamanku. Memulai petualangan baru dan kita semakin jauh. Pandanganku semakin kabur. Dengan samar aku lihat kamu sudah mulai membentuk jembatanmu sendiri. Berjalan sendiri-sendiri padahal kita pernah dinaungi dinding Rahim yang sama.

Aku hanya ingin bilang maaf untuk aku di masa lalu, tentang ke egoisan dan sikap tidak peduliku. Aku hanya ingin bilang bahwa dari semua manusia yang aku tandai sebagai daftar sahabat, kamulah yang menjadi sahabat pertamaku, kamulah yang sebenarnya yang selalu ada jauh sebelum daftar sahabatku yang lain, kamulah yang sebenarnya adalah refleksi diriku, dan kamulah sebenarnya orang pertama yang ingin aku beritahu tentang pacar pertamaku, apa yang aku ingin, dan apa yang harus aku lakukan. 

Bisa kita mulai dari awal? Aku hanya ingin bilang bahwa sejauh apapun aku, tanganku masih merentangkan jemarinya untukmu.
Aku disini.. selalu disini. Ketika aku menempati dinding Rahim bunda, aku sudah membisikkan padanya bahwa aku akan menjagamu kelak dan ia tidak usah khawatir. 
Aku berjanji.

0 komentar on "Kembali"

Posting Komentar