Dalam hidup, manusia selalu mengalami
proses tentang bagaimana cara ia berpikir dan bertindak. Orang-orang
menyebutnya dewasa. Tapi diantara mereka tidak ada yang bilang bahwa proses itu
juga berarti membuat jembatan antara dua zona. Aku tidak bilang bahwa aku sudah
dewasa, aku hanya bilang aku sedang dalam proses untuk sampai pada sebuah titik
dimana aku akan menyimpulkannya dengan kata cukup. Tapi tidak ada parameternya
untuk itu sehingga sampai detik ini aku tidak tahu kesimpulan untuk cukup yang
sampai mana harus aku kumpulkan.
Ketika aku menyusuri dua zona, aku
mengingat masa laluku. Bagaimana aku hidup dengan banyak orang yang
menyayangiku tapi keberadaannya tidak pernah aku anggap sangat berpengaruh.
Awalnya.
Bisa dibilang aku dan adikku tidak
begitu akrab. Umur kami yang hanya berpaut dua tahun membuat kami sering
bertengkar untuk hal-hal sepele. Aku yang dulu tidak mengamalkan ajaran nabi
tentang bagian yang menyayangi yang muda. Aku tidak tahu apa itu sayang, tidak
tahu apa itu kasih mengasihi, tidak tahu bahwa aku harus peduli. Sampai akhirnya aku harus berpetualang menyusuri
jembatanku sendiri.
Aku baru sadar bahwa aku bukan kakak
yang baik. Aku selalu mempermasalahkan hal sepele dan terkadang sok nge’boss’
ketika dihadapannya. Aku baru sadar bahwa tanpa adanya mereka, aku tidak tahu
apa itu keluarga. Keluarga bukan hanya ada mama, ayah juga aku. Dulu aku tidak
peduli dengan mereka. Aku tidak peduli mereka kesulitan apa, apa yang mereka
butuhkan, bagaimana aku bisa membantunya, aku tidak peduli. Aku hanya peduli
dengan diriku sendiri. Bagaimana mama harus hanya menyayangiku dan ayah harus
hanya mememenuhi kebutuhanku, serta banyak keegoisan lain dari aku di masa itu.
Kini setelah aku sadar bahwa aku bukan
kakak yang baik, aku bahkan sudah tidak berada di dekat mereka setiap waktu,
membantu mereka, mengawasi mereka dari jarak dekat. Aku bahkan sudah tak mampu
lagi untuk sekedar bertengkar.
Ketika aku rehat di zona nyamanku, aku
sering menitikan air mata, bahwa ternyata mereka butuh aku. Aku yang sebagai
kakak bukan sebagai ‘boss’ yang bisa menyuruhnya banyak hal. Bukan seorang yang
egois bahwa hak yang lebih banyak harus ada pada aku.
Ketika aku sadar bahwa aku sudah
berjalan terlalu jauh, aku ingin kembali, memulai lagi dari awal bagaimana
seharusnya peran aku sebenarnya. Memulai kembali seperti ketika aku berumur dua
tahun dan sahabat pertamaku hanya kamu. Memulai kembali dari awal bahwa
seharusnya kita bergandengan, bukan berjalan sendiri-sendiri. Memulai kembali bahwa
seharusnya aku bisa menjadi sahabat yang baik sejak awal, memulai kembali bahwa
aku bisa menjadi kakak yang lebih baik untukmu.
Dan ketika aku sadar aku ingin
kembali, aku harus pergi dari zona nyamanku. Memulai petualangan baru dan kita
semakin jauh. Pandanganku semakin kabur. Dengan samar aku lihat kamu sudah mulai
membentuk jembatanmu sendiri. Berjalan sendiri-sendiri padahal kita pernah
dinaungi dinding Rahim yang sama.
Aku hanya ingin bilang maaf untuk aku
di masa lalu, tentang ke egoisan dan sikap tidak peduliku. Aku hanya ingin
bilang bahwa dari semua manusia yang aku tandai sebagai daftar sahabat, kamulah
yang menjadi sahabat pertamaku, kamulah yang sebenarnya yang selalu ada jauh
sebelum daftar sahabatku yang lain, kamulah yang sebenarnya adalah refleksi
diriku, dan kamulah sebenarnya orang pertama yang ingin aku beritahu tentang
pacar pertamaku, apa yang aku ingin, dan apa yang harus aku lakukan.
Bisa kita mulai dari awal? Aku hanya
ingin bilang bahwa sejauh apapun aku, tanganku masih merentangkan jemarinya
untukmu.
Aku disini.. selalu disini. Ketika aku
menempati dinding Rahim bunda, aku sudah membisikkan padanya bahwa aku akan
menjagamu kelak dan ia tidak usah khawatir.
Aku berjanji.
0 komentar:
Posting Komentar