Jumat, 30 Agustus 2013

RUMAH

..I remember.. the way you glance at me. Yes I remember…
Tara membeku di kursinya mendengar ponselnya berdering ditengah-tengah pelajaran. Kini, semua murid sedang berpaling kearahnya. Dengan gugup ia mengaduk-ngaduk isi tasnya yang kini sudah berantakan diatas meja sebagian. Tangannya kini sibuk memindahkan barang-barang lain dari dalam tasnya ke meja.
            “MISS TARA! Apa aku lupa memberitahumu bahwa peraturan sekolah ini melarang muridnya membawa handphone ke sekolah?! Apa di negaramu tidak ada peraturan seperti ini?!” suara lantang Mr. George membuat handphone yang berhasil Tara temukan tergelincir kebawah meja. Dengan sigap teman sebangku Tara mengambilnya dan segera mematikan handphonenya.
            “MISS TARA! Apakah sekolah ini sebagai lelucon bagimu? Aku tidak mengerti bagaimana orang-orang itu menyeleksi para mahasiswa yang mendapat kesempatan mendapat beasiswa untuk belajar kesini. Tapi di sekolah ini, siapapun kau, baru atau lama, kau harus mematuhi peraturan yang ada! Understand!”suara Mr.George seperti menggema di seluruh sudut kelas. Tara menahan nafas, dengan cepat ia menganggukkan kepalanya, terlalu cepat sampai kepalanya membentur meja. Kini, seluruh murid menertawakan dirinya. Air mata Tara menggenang di pelupuk matanya. Ia bahkan belum mengetahui peraturan apapun karena ini hari pertamanya.
*
            “MBAK ANA! Mbak tahu perbedaan waktu antara Amerika dan Indonesia? Kenapa mbak meneleponku pada jam segini? Bukankah di Indonesia sudah larut?”setengah berteriak Tara meluapkan amarahnya.
            “TARA! Apa tinggal di negeri orang sudah membuatmu menjadi kehilangan sopan santunmu kepada yang lebih tua!? Apa adat jawa mengajarimu untuk berteriak kepada orang yang lebih tua darimu!? Hah!” suara diseberang sana tidak kalah lantangnya. Air mata Tara menetes.
            “aku hanya ingin memberikan kesan baik di hari pertamaku masuk sekolah. apa mbak peduli? Mbak bahkan tidak tahu aku ditertawakan seluruh kelas karena perbuatan mbak pagi ini. Semua orang pasti akan menganggapku sebagai si bodoh dari Negeri antah berantah. Mereka bahkan tidak tahu Indonesia ada di belahan bumi bagian mana!”Tara menyeka air matanya.
            “HEI! Atara Naida! Apa ditertawakan murid seluruh kelas lebih kau pedulikan dari pada mengetahui ibumu baru saja divonis kanker payudara!!? Tidakkah kau mengetahui betapa paniknya aku?! Aku bahkan tidak dapat membedakan ini hari apa dan jam berapa. Apa kau peduli?!”Tubuh Tara membeku mendengar pernyataan mbak Ana.
Pikirannya kosong. Tara tidak tahu bagian mana yang sedang ia pikirkan. semua kejadian dengan perasaan yang sangat berbeda jauh membuat kepalanya seperti akan meledak. Tadi malam, ketika ia baru saja mendarat, menginjakkan kakinya pertama kali di Amerika, rasanya ia tidak bisa berhenti untuk tersenyum. Lalu kejadian memalukan tadi pagi, dan baru saja ia mendapat kabar bahwa ibunya divonis kanker payudara. Ia bahkan tidak tahu lagi perasaan seperti apa yang ia rasakan sekarang. Tara menatap layar handphonenya, foto ia, dan mama yang sedang tersenyum. Foto yang diambilnya saat lebaran tahun lalu di Yogyakarta.
            “are you oke? Wajahmu terlihat pucat sekali. Ini, minumlah. Teh hangat bisa membuat dirimu sedikit santai.” Seorang gadis berambut keriting menyentuh bahunya, gadis itu tersenyum sambil menyodorkan botol termos kecil. Tara mengambilnya dan membalas senyumnya canggung.
            “thank you, mmm..” Tara mencari tanda pengenal di baju gadis itu.
            “Grace, kau bisa memanggilku begitu. Aku juga murid dari pertukaran pelajar, sama sepertimu. Aku dari Korea. Nama Koreaku sangatlah sulit, jadi kau boleh memanggilku dengan Grace, itu nama asingku.” Gadis berambut keriting itu tersenyum, membuat kedua matanya yang sipit seperti tidak terlihat.
            “aku Tara, aku dari Indonesia. Apa kau sudah lama di sekolah ini?”
            “sekitar satu tahun yang lalu. Ah, apa ini hari pertamamu?” Gadis itu membelalakan matanya, seolah ingin menyamai mata bulat Tara yang besar. Tara mengangguk pelan, tadi malam ketika ia sampai di bandara, seseorang dari KBRI bilang bahwa hari ini adalah hari pertamanya masuk sekolah. Ia bahkan belum memindahkan barang-barangnya dari kedutaan.
            “kalau begitu, kau belum tahu dimana asramamu?” mata gadis itu melebar melihat Tara mengangguk lagi.
            “oh my god, Jadi kau adalah roomate-ku!”Gadis itu berteriak girang, rambut keritingnya bergoyang goyang mengikuti tubuhnya yang kini sedang berloncat-loncatan.
            “bagaimana kau tahu?”Tara memicingkan matanya curiga.
            “aku bertanya pada pengelola asrama, mengapa kamarku hanya ada aku, sementara yang lain memiliki roomate. Dia bilang bahwa roomateku akan datang sebentar lagi. Aku kira itu kau, karena hanya kamarku yang dihuni satu orang.”Gadis itu tiba-tiba bertepuk tangan.
            “ke-kenapa?”tiba-tiba Tara merasa gugup, apa gadis didepannya ini aneh?
            “ah tidak. Aku tidak suka tinggal sendirian, dan aku sangat takut dengan suasana gelap. Jadi, setahun terakhir aku tidur dengan lampu dan TV menyala sepanjang malam, aku bahkan harus membayar untuk asrama karena pemakaian listrikku yang sangat boros. Ah, tapi tidak apa-apa, sekarang kau adalah roomate-ku. Aku tidak akan boros lagi karena harus menyalakan TV sepanjang malam.”Grace tersenyum, mata sipitnya tenggelam membentuk garis lurus.
            “kau bilang, kau satu tahun diatasku? Apa aku harus menyebutmu dengan nama? Di negaraku, itu terdengar tidak sopan.” Tara memikirkan perkataan mbak Ana yang menyebutnya tidak sopan kepada yang lebih tua.
            “di negaraku pun begitu. Ah, kau bisa memanggilku oenni. Itu panggilan dinegaraku untuk kakak perempuan.”
            “mmm..baiklah oenni, sepertinya aku harus pergi. Aku ada kelas lima menit lagi.”Tara melirik jam tangannya untuk memastikan. Setelah melihat anggukan dari Grace, Tara langsung berlari menuju kelasnya.
*
Tara mengangkat kopernya sambil menaiki tangga. Tara memikirkan kejadian saat ia mengambil barang di KBRI. Tara memberanikan diri bertanya apakah ia bisa pulang dalam waktu dekat karena ibunya sedang sakit. Tara masih ingat apa yang orang KBRI itu bilang, orang KBRI itu mengatakannya dengan keras dan lantang seakan bergema di telinga Tara..
“Apa kamu berpikir bahwa jarak antara Amerika dan Indonesia hanya sekali naik bis?! Kamu baru saja datang dan tiba-tiba minta pulang?Jika kamu tidak serius dengan beasiswa ini, kamu bisa keluar. Masih banyak yang mengantre ingin mendapat beasiswa kesini!”
Tara menyeka air matanya, ia tahu ia tidak bisa melakukan apapun selain melanjutkan hidup disini. Tara berjalan mencari kamarnya, 390.. 390.. sambil berjalan, ia tidak sadar menggumamkan nomer kamarnya. Ah, ini dia. Tara membuka pintu, ia tidak perlu repot-repot membukanya dengan kunci karena Grace bilang ia akan di rumah. Saat Tara tiba, Grace sedang menonton TV.
            “oh, hai Tara? Lihatlah, aku menemukan jaringan TV Indonesia. Seseorang sedang melakukan hipnotis. Apa di negaramu hal tersebut sangat populer? Tidakkah itu mengerikan?” Grace mentap Tara, lalu matanya beralih ke televisi lagi.
            “ jika disini ada hal semacam itu, aku ingin melakukannya. Sepertinya kepalaku akan pecah.” Tara tersenyum canggung lalu berjalan menuju kamarnya. Grace hanya menatapnya dengan bingung.
            “apa aku salah bicara?” Grace menatap punggung Tara yang sudah menghilang.
*
            “apa mama.. baik-baik aja mbak?”
            “iya,  bude baik-baik aja, sudah siuman. Mmm, Tara, untuk yang tadi, aku minta maaf. Seharusnya aku tidak sekasar itu, aku benar-benar tidak tahu harus bagaimana saat mengetahui bude..”
            “aku yang harusnya minta maaf mbak, aku udah gak sopan. Harusnya aku berterima kasih karena mbak udah nolong mama.”Tara menyeka air matanya, mengetahui bahwa ibunya sudah lebih baik sedikit membuat hatinya tenang.
            “Tara, besok sudah masuk Ramadhan, apa kau baik-baik saja berpuasa disana? Aku dengar, Amerika sedang musim panas.”
            “mmm, insyaAllah baik-baik aja mbak, minta do’anya aja.” Tara tersenyum lalu menutup sambungan telepon. Ia berjalan ke meja makan untuk makan malam. ‘Besok adalah hari pertama bulan Ramadhan’ Tara menghela nafas panjang.
Tara kaget saat mencium bau opor ayam, dan saat berada di ruang makan ia kaget bahwa ia benar-benar melihat opor ayam di meja itu.
            “oenni…”Tara merasa bahwa sekarang, ia benar-benar merindukan Indonesia.
            “aku mencari resepnya di internet. Saat tahu bahwa roomateku adalah orang Indonesia, aku berusaha mencari masakan khas Indonesia. Aku menemukan bahwa besok, umat muslim Indonesia akan menjalani ibadah yang dinamakan puasa, aku tidak tahu apa kau menjalaninya atau tidak. Tapi, menurut internet  makanan khas di bulan tersebut adalah makanan ini.”Grace melepas celemek yang ia gunakan untuk memasak. “aku tidak tahu apakah rasanya sama atau tidak. Tapi, aku ingin kau merasa seperti di rumah.”Grace berjalan ke meja makan.
            “oenni..”Tara tidak dapat menahan air matanya “oenni..gomawo.”Tara tersenyum tulus.
            “omo.. kau bisa bahasa Korea?”Grace menatap Tara tidak percaya.
            “di negaraku, boyband dari Korea sangatlah terkenal. Aku mengetahuinya sedikit.”Tara tersenyum saat mengatakannya. Mengingat bahwa ia adalah fans berat Super Junior.
            “benarkah? Ah sudahlah, ayo kita makan.” Grace memberikan semangkuk opor ayam untuk Tara.  
Rasanya memang tidak sama, tapi ini cukup untuk mengobati rindunya. Tara tersenyum “oenni? Apakah kau bisa memasak rendang?” lalu keduanya tertawa bahagia. Kini mereka tahu, rumah bukan hanya sebuah bangunan di tanah air mereka masing-masing, tapi rumah juga adalah tempat orang-orang yang menyangimu dengan sangat, membuatmu selalu ingin kembali.

***

0 komentar:

Posting Komentar

Jumat, 30 Agustus 2013

RUMAH

Diposting oleh dea di 07.30
..I remember.. the way you glance at me. Yes I remember…
Tara membeku di kursinya mendengar ponselnya berdering ditengah-tengah pelajaran. Kini, semua murid sedang berpaling kearahnya. Dengan gugup ia mengaduk-ngaduk isi tasnya yang kini sudah berantakan diatas meja sebagian. Tangannya kini sibuk memindahkan barang-barang lain dari dalam tasnya ke meja.
            “MISS TARA! Apa aku lupa memberitahumu bahwa peraturan sekolah ini melarang muridnya membawa handphone ke sekolah?! Apa di negaramu tidak ada peraturan seperti ini?!” suara lantang Mr. George membuat handphone yang berhasil Tara temukan tergelincir kebawah meja. Dengan sigap teman sebangku Tara mengambilnya dan segera mematikan handphonenya.
            “MISS TARA! Apakah sekolah ini sebagai lelucon bagimu? Aku tidak mengerti bagaimana orang-orang itu menyeleksi para mahasiswa yang mendapat kesempatan mendapat beasiswa untuk belajar kesini. Tapi di sekolah ini, siapapun kau, baru atau lama, kau harus mematuhi peraturan yang ada! Understand!”suara Mr.George seperti menggema di seluruh sudut kelas. Tara menahan nafas, dengan cepat ia menganggukkan kepalanya, terlalu cepat sampai kepalanya membentur meja. Kini, seluruh murid menertawakan dirinya. Air mata Tara menggenang di pelupuk matanya. Ia bahkan belum mengetahui peraturan apapun karena ini hari pertamanya.
*
            “MBAK ANA! Mbak tahu perbedaan waktu antara Amerika dan Indonesia? Kenapa mbak meneleponku pada jam segini? Bukankah di Indonesia sudah larut?”setengah berteriak Tara meluapkan amarahnya.
            “TARA! Apa tinggal di negeri orang sudah membuatmu menjadi kehilangan sopan santunmu kepada yang lebih tua!? Apa adat jawa mengajarimu untuk berteriak kepada orang yang lebih tua darimu!? Hah!” suara diseberang sana tidak kalah lantangnya. Air mata Tara menetes.
            “aku hanya ingin memberikan kesan baik di hari pertamaku masuk sekolah. apa mbak peduli? Mbak bahkan tidak tahu aku ditertawakan seluruh kelas karena perbuatan mbak pagi ini. Semua orang pasti akan menganggapku sebagai si bodoh dari Negeri antah berantah. Mereka bahkan tidak tahu Indonesia ada di belahan bumi bagian mana!”Tara menyeka air matanya.
            “HEI! Atara Naida! Apa ditertawakan murid seluruh kelas lebih kau pedulikan dari pada mengetahui ibumu baru saja divonis kanker payudara!!? Tidakkah kau mengetahui betapa paniknya aku?! Aku bahkan tidak dapat membedakan ini hari apa dan jam berapa. Apa kau peduli?!”Tubuh Tara membeku mendengar pernyataan mbak Ana.
Pikirannya kosong. Tara tidak tahu bagian mana yang sedang ia pikirkan. semua kejadian dengan perasaan yang sangat berbeda jauh membuat kepalanya seperti akan meledak. Tadi malam, ketika ia baru saja mendarat, menginjakkan kakinya pertama kali di Amerika, rasanya ia tidak bisa berhenti untuk tersenyum. Lalu kejadian memalukan tadi pagi, dan baru saja ia mendapat kabar bahwa ibunya divonis kanker payudara. Ia bahkan tidak tahu lagi perasaan seperti apa yang ia rasakan sekarang. Tara menatap layar handphonenya, foto ia, dan mama yang sedang tersenyum. Foto yang diambilnya saat lebaran tahun lalu di Yogyakarta.
            “are you oke? Wajahmu terlihat pucat sekali. Ini, minumlah. Teh hangat bisa membuat dirimu sedikit santai.” Seorang gadis berambut keriting menyentuh bahunya, gadis itu tersenyum sambil menyodorkan botol termos kecil. Tara mengambilnya dan membalas senyumnya canggung.
            “thank you, mmm..” Tara mencari tanda pengenal di baju gadis itu.
            “Grace, kau bisa memanggilku begitu. Aku juga murid dari pertukaran pelajar, sama sepertimu. Aku dari Korea. Nama Koreaku sangatlah sulit, jadi kau boleh memanggilku dengan Grace, itu nama asingku.” Gadis berambut keriting itu tersenyum, membuat kedua matanya yang sipit seperti tidak terlihat.
            “aku Tara, aku dari Indonesia. Apa kau sudah lama di sekolah ini?”
            “sekitar satu tahun yang lalu. Ah, apa ini hari pertamamu?” Gadis itu membelalakan matanya, seolah ingin menyamai mata bulat Tara yang besar. Tara mengangguk pelan, tadi malam ketika ia sampai di bandara, seseorang dari KBRI bilang bahwa hari ini adalah hari pertamanya masuk sekolah. Ia bahkan belum memindahkan barang-barangnya dari kedutaan.
            “kalau begitu, kau belum tahu dimana asramamu?” mata gadis itu melebar melihat Tara mengangguk lagi.
            “oh my god, Jadi kau adalah roomate-ku!”Gadis itu berteriak girang, rambut keritingnya bergoyang goyang mengikuti tubuhnya yang kini sedang berloncat-loncatan.
            “bagaimana kau tahu?”Tara memicingkan matanya curiga.
            “aku bertanya pada pengelola asrama, mengapa kamarku hanya ada aku, sementara yang lain memiliki roomate. Dia bilang bahwa roomateku akan datang sebentar lagi. Aku kira itu kau, karena hanya kamarku yang dihuni satu orang.”Gadis itu tiba-tiba bertepuk tangan.
            “ke-kenapa?”tiba-tiba Tara merasa gugup, apa gadis didepannya ini aneh?
            “ah tidak. Aku tidak suka tinggal sendirian, dan aku sangat takut dengan suasana gelap. Jadi, setahun terakhir aku tidur dengan lampu dan TV menyala sepanjang malam, aku bahkan harus membayar untuk asrama karena pemakaian listrikku yang sangat boros. Ah, tapi tidak apa-apa, sekarang kau adalah roomate-ku. Aku tidak akan boros lagi karena harus menyalakan TV sepanjang malam.”Grace tersenyum, mata sipitnya tenggelam membentuk garis lurus.
            “kau bilang, kau satu tahun diatasku? Apa aku harus menyebutmu dengan nama? Di negaraku, itu terdengar tidak sopan.” Tara memikirkan perkataan mbak Ana yang menyebutnya tidak sopan kepada yang lebih tua.
            “di negaraku pun begitu. Ah, kau bisa memanggilku oenni. Itu panggilan dinegaraku untuk kakak perempuan.”
            “mmm..baiklah oenni, sepertinya aku harus pergi. Aku ada kelas lima menit lagi.”Tara melirik jam tangannya untuk memastikan. Setelah melihat anggukan dari Grace, Tara langsung berlari menuju kelasnya.
*
Tara mengangkat kopernya sambil menaiki tangga. Tara memikirkan kejadian saat ia mengambil barang di KBRI. Tara memberanikan diri bertanya apakah ia bisa pulang dalam waktu dekat karena ibunya sedang sakit. Tara masih ingat apa yang orang KBRI itu bilang, orang KBRI itu mengatakannya dengan keras dan lantang seakan bergema di telinga Tara..
“Apa kamu berpikir bahwa jarak antara Amerika dan Indonesia hanya sekali naik bis?! Kamu baru saja datang dan tiba-tiba minta pulang?Jika kamu tidak serius dengan beasiswa ini, kamu bisa keluar. Masih banyak yang mengantre ingin mendapat beasiswa kesini!”
Tara menyeka air matanya, ia tahu ia tidak bisa melakukan apapun selain melanjutkan hidup disini. Tara berjalan mencari kamarnya, 390.. 390.. sambil berjalan, ia tidak sadar menggumamkan nomer kamarnya. Ah, ini dia. Tara membuka pintu, ia tidak perlu repot-repot membukanya dengan kunci karena Grace bilang ia akan di rumah. Saat Tara tiba, Grace sedang menonton TV.
            “oh, hai Tara? Lihatlah, aku menemukan jaringan TV Indonesia. Seseorang sedang melakukan hipnotis. Apa di negaramu hal tersebut sangat populer? Tidakkah itu mengerikan?” Grace mentap Tara, lalu matanya beralih ke televisi lagi.
            “ jika disini ada hal semacam itu, aku ingin melakukannya. Sepertinya kepalaku akan pecah.” Tara tersenyum canggung lalu berjalan menuju kamarnya. Grace hanya menatapnya dengan bingung.
            “apa aku salah bicara?” Grace menatap punggung Tara yang sudah menghilang.
*
            “apa mama.. baik-baik aja mbak?”
            “iya,  bude baik-baik aja, sudah siuman. Mmm, Tara, untuk yang tadi, aku minta maaf. Seharusnya aku tidak sekasar itu, aku benar-benar tidak tahu harus bagaimana saat mengetahui bude..”
            “aku yang harusnya minta maaf mbak, aku udah gak sopan. Harusnya aku berterima kasih karena mbak udah nolong mama.”Tara menyeka air matanya, mengetahui bahwa ibunya sudah lebih baik sedikit membuat hatinya tenang.
            “Tara, besok sudah masuk Ramadhan, apa kau baik-baik saja berpuasa disana? Aku dengar, Amerika sedang musim panas.”
            “mmm, insyaAllah baik-baik aja mbak, minta do’anya aja.” Tara tersenyum lalu menutup sambungan telepon. Ia berjalan ke meja makan untuk makan malam. ‘Besok adalah hari pertama bulan Ramadhan’ Tara menghela nafas panjang.
Tara kaget saat mencium bau opor ayam, dan saat berada di ruang makan ia kaget bahwa ia benar-benar melihat opor ayam di meja itu.
            “oenni…”Tara merasa bahwa sekarang, ia benar-benar merindukan Indonesia.
            “aku mencari resepnya di internet. Saat tahu bahwa roomateku adalah orang Indonesia, aku berusaha mencari masakan khas Indonesia. Aku menemukan bahwa besok, umat muslim Indonesia akan menjalani ibadah yang dinamakan puasa, aku tidak tahu apa kau menjalaninya atau tidak. Tapi, menurut internet  makanan khas di bulan tersebut adalah makanan ini.”Grace melepas celemek yang ia gunakan untuk memasak. “aku tidak tahu apakah rasanya sama atau tidak. Tapi, aku ingin kau merasa seperti di rumah.”Grace berjalan ke meja makan.
            “oenni..”Tara tidak dapat menahan air matanya “oenni..gomawo.”Tara tersenyum tulus.
            “omo.. kau bisa bahasa Korea?”Grace menatap Tara tidak percaya.
            “di negaraku, boyband dari Korea sangatlah terkenal. Aku mengetahuinya sedikit.”Tara tersenyum saat mengatakannya. Mengingat bahwa ia adalah fans berat Super Junior.
            “benarkah? Ah sudahlah, ayo kita makan.” Grace memberikan semangkuk opor ayam untuk Tara.  
Rasanya memang tidak sama, tapi ini cukup untuk mengobati rindunya. Tara tersenyum “oenni? Apakah kau bisa memasak rendang?” lalu keduanya tertawa bahagia. Kini mereka tahu, rumah bukan hanya sebuah bangunan di tanah air mereka masing-masing, tapi rumah juga adalah tempat orang-orang yang menyangimu dengan sangat, membuatmu selalu ingin kembali.

***

0 komentar on "RUMAH"

Posting Komentar